Selamat Datang di Situs Resmi Perum Bulog Sub Divre Batam

Sabtu, 31 Januari 2015


SESUAI agenda Nawa Cita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pemerintah ingin mewujudkan kemandirian pangan.
Dalam praktiknya, agenda membangun program kemandirian pangan dan kesejahteraan produsen pangan, yakni petani, kerap terabaikan. Pemerintah terlalu fokus pada target pencapaian swasembada pangan yang keberhasilannya lebih mudah diukur dan pencapaiannya lebih mudah daripada memprioritaskan peningkatan kesejahteraan petani.

Ada masalah yang tidak pernah diungkap transparan, yakni seberapa besar peningkatan pendapatan petani bisa dicapai melalui peningkatan produktivitas dan luas areal pertanaman.

Jika pendapatan petani naik, apakah mereka menjadi sejahtera? Apakah pendapatan yang naik sedikit itu tidak akan tergerus inflasi akibat naiknya kebutuhan hidup, atau justru lebih parah lagi kenaikan pendapatan yang sedikit itu tertimbun inflasi?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 1993-2013 rata-rata peningkatan produktivitas petani hanya 0,82 persen. Pada periode yang sama, inflasi rata-rata meningkat 11,3 persen per tahun. Dari data ini terlihat, daya beli dan tingkat kesejahteraan petani berangsur-angsur turun. Kondisi ini bisa menjadi alasan berkurangnya 5,1 juta rumah tangga petani pada 2003-2013.

Pendapatan petani pangan rata-rata Rp 1 juta per bulan. Jumlah ini jauh di bawah pendapatan buruh pabrik yang rata-rata sudah di atas Rp 2 juta per bulan.

Saat ini, lebih dari 5 juta rumah tangga petani (RTP) memiliki luas lahan kurang dari 0,5 hektar. Dengan asumsi setiap RTP terdiri atas empat orang, ada 20 juta jiwa yang menggantungkan pendapatan pada lahan 0,5 hektar itu.

Jamak terjadi, petani tidak selalu panen akibat serangan hama-penyakit dan perubahan iklim global. Peningkatan produktivitas tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan kedelai, pasti meningkatkan pendapatan petani. Namun, hal itu belum tentu bisa meningkatkan kesejahteraan petani karena peningkatan pendapatan sangat terbatas.

Bagaimana dengan peningkatan indeks pertanaman (IP)? Lahan pertanian yang belum beririgasi umumnya berada di luar Pulau Jawa. Petani pangan di Jawa dikenal ulet, gigih, kreatif, dan pantang menyerah. Di mana ada air mengalir, petani akan memanfaatkannya untuk mengairi lahan. Tanpa ada saluran irigasi teknis/semiteknis, selama daerah itu terjangkau aliran air, petani akan mencetak sawah.

Di Jawa, ruang bagi peningkatan IP pangan dalam skala luas sangat sempit. Padahal, di situlah basis petani miskin. Memang di daerah-daerah tertentu di bagian tengah dan selatan Jawa, di areal perbukitan dan pegunungan, ada potensi peningkatan IP. Alasannya, sumber air sungai tersedia.

Persoalannya, skalanya kecil dan sangat tidak efisien. Misalnya, butuh investasi hingga ratusan juta rupiah untuk membangun bendung guna menaikkan elevasi air sungai untuk irigasi yang hanya memenuhi kebutuhan 50 hektar lahan.

IP di lahan itu akan naik berlipat-libat, dari satu menjadi tiga. Pertanyaannya, apakah hal itu efisien dan bisa dijalankan dengan standar penganggaran pembangunan irigasi yang berbasis pada luas lahan?

Dengan rata-rata kepemilikan lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar di Jawa, petani pangan tidak bakal hidup sejahtera. Instrumen utama peningkatan pendapatan, yaitu peningkatan produktivitas dan IP, tidak mampu mendongkrak pendapatan petani gurem di Jawa secara signifikan.

Kondisi sebaliknya terjadi di luar Pulau Jawa karena rata-rata IP masih rendah, satu atau dua kali tanam dalam setahun. Luas rata-rata kepemilikan lahan pertanian di luar Jawa minimal satu hektar.

Bergema di Istana
Di Jawa sudah tahu apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana menetapkan target budidaya pertanian pangan. Sadar tidak akan bisa sejahtera dengan lahan 0,5 hektar atau kuran, petani kecil di Jawa umumnya menjadikan usaha pertanian pangan sebagai pekerjaan sambilan.

Target mereka tidak meningkatkan produktivitas setinggi-tingginya, tetapi agar bisa rutin panen setiap kali tanamsehingga memilih benih padi, jagung, atau kedelai yang biasa ditanam dan dikenali karakternya.

Tujuan utama budidaya pangan yang mereka lakukan tidak untuk meraih pendapatan setinggi-tingginya, tetapi sekadar memenuhi kebutuhan makan keluarga.

Dalam konteks ini saja sudah tidak ada kesesuaian target antara pemerintah dan petani sebagai produsen pangan. Pemerintah menggebu-gebu ingin menaikkan produktivitas dan produksi pangan. Di sisi lain, petani kecil yang merupakan persentase terbesar petani di Indonesia menjadikan target pemenuhan pangan keluarga sebagai tujuan utama. Kalau ada sisa, baru dijual. Inovasi berisiko dan mereka tidak mau mengambil risiko karena kegureman usaha taninya.

Melihat kenyataan di atas, keinginan pemerintah meningkatkan produksi pangan untuk mencapai swasembada pangan tidak sejalan dengan harapan dan keinginan petani, terutama petani kecil. Oleh karena itu, upaya membangun pencapaian swasembada pangan tidak bergaung di tingkat petani.

Gema swasembada pangan hanya ada di Istana Negara, Kementerian Pertanian, pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten, mulai senyap di kecamatan dan desa, serta denyutnya lemah di tingkat rumah tangga petani.

Program pencapaian swasembada pangan dengan anggaran besar bagaikan menepuk ruang hampa. Peningkatan produksi pangan lebih bergantung pada nasib baik dan kondisi iklim yang mendukung daripada program-program pemerintah. Tentu program itu bermanfaat, tetapi masih jauh dari yang diharapkan.

Upaya memotivasi petani agar sejahtera menjadi hal utama jika ingin mencapai swasembada pangan berkelanjutan. Upaya memotivasi yang dilakukan harus realistis dan terukur.

Kalau tidak mungkin menyejahterakan petani padi, jagung, dan kedelai, atau komoditas lain, seperti gula dan daging sapi, dengan skala usaha kecil, solusinya tentu harus meningkatkan skala usaha. Dengan meningkatkan skala usaha, pendapatan petani akan naik berlipat-lipat. (HERMAS E PRABOWO)

http://bulogtoday.blogspot.com/2015/01/janji-yang-tak-tampak.html
CBP merupakan sejumlah beras tertentu milik Pemerintah yang sumber dananya berasal dari APBN dan dikelola oleh BULOG yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan beras dan dalam rangka mengantisipasi masalah kekurangan pangan, gejolak harga, keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan serta memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN (ASEAN Emergency Rice Reserve, AERR).

Jumlah awal CBP yang dimiliki pemerintah adalah 350 ribu ton beras. Stok tersebut secara fisik menyatu dengan stok operasional BULOG sehingga memudahkan dalam penggunaannya dan tersedia setiap saat. Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengaksesnya untuk tujuan-tujuan CBP tersebut sesuai dengan prosedurnya.

Manfaat adanya CBP ini telah teruji dalam penanganan berbagai bencana alam di tanah air. Beras yang telah tersedia di gudang-gudang BULOG yang tersebar merata di seluruh tanah air dapat segera dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi pengungsi korban bencana. Dengan demikian ketahanan pangan bagi rumah tangga yang terkena bencana tetap dapat dijaga. Pangan tersedia, dapat dijangkau dan stabilitas pasokannya dapat terjamin.

CBP juga telah teruji pada saat terjadi kenaikan harga yang cukup tinggi dan meresahkan masyarakat pada akhir tahun 2006 dan awal 2007, maupun akhir tahun 2007 dan awal 2008. CBP telah dimanfaatkan sebagai sumber beras Operasi Pasar Murni (OPM) langsung di pasar-pasar (tahun 2006-2007) maupun OPK CBP RASKIN dengan sasaran rumah tangga penerima manfaat RASKIN (20007 – 2008).

Demikian juga pada saat terjadi krisis harga beras dunia tahun 2008, cukupnya stok yang dikelola BULOG yang didalamnya termasuk CBP, telah memberi pengaruh positif terhadap stabilitas harga beras dalam negeri karena ada rasa aman bagi masyarakat terhadap kemampuan Pemerintah menjaga pasokan dan harga, serta mampu mencegah munculnya spekulasi. Harga beras dunia yang naik lebih dari 3 kali lipat, tidak diikuti oleh kenaikan harga beras domestik. Pasar beras dalam negeri bisa terisolasi dari gejolak harga dunia karena kecukupan stok dan pasokan dalam negeri.

Pengelolaan CBP semakin penting karena perkembangan situasi pasar internasional yang cenderung bergejolak mau tidak mau akan mempengaruhi pasar domestik. Stok yang dimiliki oleh Pemerintah harus cukup kuat untuk menjaga tingkat rasa aman di masyarakat. Selain itu potensi bencana juga semakin sering. Berita tentang bencana banjir, gempa dan lain-lain sering terdengar baik dalam skala kecil maupun besar. Tim UGM (2003) menyebutkan bahwa jumlah cadangan beras ideal yang harus dimiliki oleh Pemerintah adalah sekitar 750 ribu – 1,25 juta ton.

Disamping pertimbangan-pertimbangan tersebut, hingga saat ini, sebagian besar pengeluaran rumah tangga masih untuk kebutuhan pangan, sehingga ketidakstabilan harga pangan akan sangat berpengeruh terhadap pendapatan riil masyarakat, terutama masyarakat berpendapatan rendah, yang akan mengurangi daya beli mereka.

Pengembangan CBP dapat menempatkan fungsi dan peran CBP yang lebih luas sebagai katup pengaman saat terjadi masalah pangan yang muncul akibat kekurangan pangan, seperti yang dilakukan selama ini, atau sebagai akibat terjadinya kelebihan pangan yang menyebabkan surplus atau tekanan pada harga produsen. Dengan demikian CBP dari sisi demand berfungsi sebagai instrument stabilisasi harga konsumen (price stabilization) dan jaminan pasokan, sedangkan dari sisi suplai berfungsi untuk membantu melindungi harga produsen (price support). (BULOG@2010)
RASKIN diawali dengan adanya program Operasi Pasar Khusus Beras pada pertengahan tahun 1998 dan akan selalu terkait dengan awal munculnya krisis moneter dan ekonomi. Apabila ditengok ke belakang, terjadinya krisis moneter yang dimulai pertengahan tahun 1997, disertai kemarau kering serta bencana kebakaran hutan dan ledakan serangan hama belalang dan wereng coklat pada waktu itu telah menyebabkan penurunan produksi pangan secara nyata. Penurunan produksi ini juga dipicu oleh kenaikan harga pupuk dan obat pemberantas hama yang cukup tinggi sehingga penggunaan sarana produksi pertanian mengalami penurunan. Biaya hidup petanipun meningkat akibat terjadinya kenaikan harga semua kebutuhan. Harga beras mulai merangkat naik sejak bulam Mei 1997 dan mencapai puncaknya sekitar Mei - Juni 1998. Situasi itu juga diperburuk dengan meletusnya kerusuhan pada tanggal 12-14 Mei 1998 yang secara langsung telah mempengaruhi kelancaran distribusi pangan. Dalam situasi yang demikian, kondisi politik juga semakin menghangat yang mencapai puncaknya dengan adanya pergantian kepemimpinan Nasional pada tanggal 21 Mei 1998.
Penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan semua kebutuhan biaya hidup, hilangnya sebagian besar sumber pendapatan masyarakat karena PHK melengkapi tekanan terhadap stabilisasi sistem pangan secara menyeluruh. Di beberapa daerah juga dikhabarkan telah terjadi rawan pangan , dan kesemuanya ini apabila tidak segera diambil tindakan untuk mengatasinya dikhawatirkan akan menimbulkan eskalasi kerawanan sosial yang lebih besar.

Menghadapi situasi yang demikian, maka pemerintah dalam sidang Kabinet tanggal 3 Juni 1998 telah memutuskan untuk membentuk Tim Pemantau Ketahanan Pangan yang prinsipnya merupakan Food Crisis Center atau pusat penaggulangan krisis pangan. Langkah ini ditindak lanjuti dalam Rakor Ekuin tanggal 24 Juni 1998 yang membahas khusus mengenai mekanisme penyaluran bantuan pangan kepada masyarakat yang mengalami rawan pangan, yang akhirmya sampai pada keputusan untuk melaksanakan program bantuan pangan melalui Operasi Pasar Khusus yang operasionalnya dilaksanakan oleh BULOG. Penunjukan BULOG untuk melaksanakan program ini antara lain karena beberapa asalan seperti kesiapan sarana pergudangan , SDM dan stok beras BULOG yang tersebar di seluruh Indonesia, dan mekanisme pembiayaan yang memungkinkan BULOG mendistribusikan terlebih dahulu berasnya , kemudian baru ditagihkan kepada pemerintah. Oleh karena itu dengan penunjukan BULOG akan memungkinkan program bantuan pangan ini dapat segera dilaksanakan.
Program bantuan pangan yang dikemas dalam bentuk Operasi Pasar Khusus (OPK) ini juga menjadi rintisan program bantuan sosial lainnya dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS). Ada beberapa pertimbangan mengapa bantuan pangan ini diberikan dalam bentuk beras, antara lain karena beras merupakan pangan pokok mayoritas penduduk, dan porsi pengeluaran untuk pangan bagi penduduk miskin adalah cukup tinggi. Memang ada model bantuan lainnya yaitu dalam bentuk uang tunai, namun pola ini cukup rawan terhadap penyimpangan.

Pada saat munculnya program OPK, Indonesia memang belum memiliki model bantuan pangan yang mantap seperti di negara-negara maju (seperti pola food stamp di AS misalnya). Oleh karena itu maka pola OPK dianggap menjadi alternatif yang paling rasional. Namun dalam perkembangannya dengan masih akan adanya masalah kemiskinan, maka bantuan pangan OPK ini diharapkan dapat menjadi dasar/landasan model bantuan pangan dimasa-masa mendatang.

Setiap tahunnya program OPK dievaluasi dan terus melakukan penyempurnaan. Pada tahun 2002, nama program diubah dengan RASKIN (Beras untuk Keluarga Miskin) dengan tujuan agar lebih dapat tepat sasaran. Keluarga yang tidak miskin akan menjadi malu untuk ikut dalam antrian mendapatkan jatah beras RASKIN. Program ini terus berjalan sampai dengan saat ini dengan mengikuti kemampuan subsidi yang dapat diberikan pemerintah kepada keluarga miskin dan perkembangan data keluarga miskin yang terus dilakukan penyempurnaan.

  • KUALITAS Perusahaan dengan seluruh jajaran manajemen dan pegawai sepakat untuk berorientasi pada kualitas produk dan pelayanan pada masyarakat.
  • INTEGRITAS Kesatuan pribadi, manajemen dan organisasi yang utuh, konsisten antara prinsip moral dan etika dengan perilaku jujur dan berwibawa menuju tata kelola perusahaan yang baik.
  • TIM KERJA Seluruh unit kerja dan karyawan bekerja fokus dan total secara terintegrasi.
  • INOVATIF Kemampuan untuk berfikir dan mengembangkan nilai-nilai kreatifitas untuk menghasilkan hal-hal yang baru dalam bekerja.
  • RESPONSIF Kemampuan untuk mengambil keputusan dalam menghadapi setiap perubahan.
  • AMANAH Menjalankan tugas dan kewajiban dengan menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan perusahaan.
  • NIAT Setiap insan harus ikhlas dan tulus dalam menjalankan tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya.
  • Perum Bulog merupakan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau disingkat Perum BULOG adalah sebuah lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga beras. Bulog dibentuk pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Sejak tahun 2003, status Bulog menjadi BUMN.
    Secara ringkas, perkembangannya sebagai berikut :

    1. Tahun 1939 didirikan VMF yang tugasnya membeli, menjual dan mengadakan persediaan bahan makanan.
    2. Tahun 1942-1945 (zaman pendudukan Jepang) VMF dibekukan dan diganti dengan "Sangyobu Nanyo Kohatsu Kaisha".
    3. Tahun 1945-1950, terdapat 2 organisasi, yaitu: Di Daerah RI: Didirikan Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) dan pada Tahun 1947/48 dibentuk Kementrian Persediaan Makanan Rakyat sedang di daerah yang diduduki Belanda: VMF dihidupkan kembali dengan tugas seperti yang telah dijalankan di tahun 1939.
    4. Tahun 1950 dibentuk Yayasan Bahan Makanan (BAMA) (1950-1952) yang tugasnya yaitu membeli, menjual dan mengadakan persediaan pangan.
    5. Tahun 1952 fungsi dari Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) (19521958) ini lebih banyak berhubungan dengan masalah distribusi/pemerataan pangan. Dalam periode ini mulailah dilaksanakan kebijaksanaan dan usaha stabilisasi harga beras melalui injeksi di pasaran.
    6. Tahun 1958 selain YUBM yang ditugaskan untuk impor didirikan pula YBPP (Yayasan Badan Pembelian Padi) (1958-1964) yang dibentuk didaerah-daerah dan bertugas untuk membeli padi. Dengan meningkatnya harga beras dan terjadinya tekanan-tekanan dari golongan penerima pendapatan tetap, maka pemerintah pada periode ini meninggalkan prinsip stabilisasi melalui mekanisme pasar dan berorientasi pada distribusi fisik.
    7. Tahun 1964 Yayasan Urusan Bahan Makanan dilebur menjadi BPUP (Badan Pelaksana Urusan Pangan) (1964-1966). Tugas badan ini mengurus persediaan bahan pangan di seluruh Indonesia.
    8. Tahun 1966 BPUP dilebur menjadi Kolognas (Komando Logistik Nasional) (1966-1967). Tugas Kolognas adalah mengendalikan operasional bahan-bahan pokok kebutuhan hidup. Kebijaksanaan dan tindakan yang diambil untuk menanggulangi kekurangan stok waktu itu adalah mencari beras luar negeri.
    9. Tahun 1967 KOLOGNAS dibubarkan, diganti dengan BULOG (Badan Urusan Logistik) (1967-1969) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 114/KEP, 1967. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 272/1967, BULOG dinyatakan sebagai "Single Purchasing Agency" dan Bank Indonesia ditunjuk sebagai Single Financing Agency (Inpres No. 1/1968).
    10. Pada tanggal 22 Januari 1969 (Reorganisasi BULOG) berdasarkan Keputusan Presiden No.11/1969, struktur organisasi BULOG diubah. Tugas BULOG yaitu membantu Pemerintah untuk menstabilkan harga pangan khususnya 9 bahan pokok. Tahun 1969 mulailah dibangun beberapa konsep dasar kebijaksanaan pangan yang erat kaitannya dengan pola pembangunan ekonomi nasional antara lain : konsep floor dan ceiling price, konsep bufferstock, dan sistem serta tatacara pengadaan, pengangkutan, penyimpanan dan penyaluran.

    Visi

    Menjadi Perusahaan yang Unggul dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan

    Misi



    1. Memberikan Pelayanan Prima kepada Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya untuk Memenuhi Kebutuhan Pangan Pokok
    2. Mencapai Pertumbuhan Usaha yang Berkelanjutan
    3. Menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang baik
    BULOG adalah perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi usaha logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung plastik, usaha angkutan, perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran. Sebagai perusahaan yang tetap mengemban tugas publik dari pemerintah, BULOG tetap melakukan kegiatan menjaga Harga Dasar Pembelian untuk gabah, stabilisasi harga khususnya harga pokok, menyalurkan beras untuk orang miskin (Raskin) dan pengelolaan stok pangan.

    Kamis, 22 Januari 2015

    JAKARTA, KOMPAS.com -- Pemerintah memutuskan tetap menyalurkan bantuan sosial beras miskin (Raskin) kepada 15,5 juta keluarga yang masuk sasaran penerima manfaat pada 2015. Keputusan itu sekaligus mementahkan wacana penghapusan raskin yang sempat dilontarkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.

    "Untuk menjaga stabilisasi harga dan perlindungan sosial, kami akan tetap laksanakan program ini raskin," ujar Menteri Koordinator Pembangunan Manusia Puan Maharani setelah rapat terkait Raskin, Jakarta, Rabu (14/1/2015).

    Lebih lanjut kata Puan, untuk keperluan raskin itu pemerintah akan menganggarkan Rp 18,8 triliun pada APBN-P 2015. Nantinya raskin akan didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia.

    Saat ditanya apakah ada perubahan dalam ditribusi, Puan mengatakan akan ada beberapa perubahan. Diharapkan perubahan sistem distribusi raskin membuat bantuan sosial tersebut lebih tepat sasaran.

    "Sistem distribusinya akan diperbaiki sehingga sampai ke masyarakat yang membutuhkan," kata Puan.

    Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa perubahan distribusi itu terdiri dari tiga komponen penting, yaitu tepat jumlah, tepat sasaran, dan tepat waktu. "Masukan KPK lalu harus ada redesign penyaluran raskin yaitu soal jumlah, sasaran, dan waktunya" kata Khofifah.

    Berdasarkan data Perum Badan Logistik (Bulog), stok beras miskin saat ini ada 1,6 juta ton dan diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan raskin nasional selama 1 tahun.

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/14/230651926/Pemerintah.Tetap.Lanjutkan.Program.Raskin.dengan.Perubahan.Distribusi
    NO  KECAMATAN/ RTS-PM PLAFON
     KELURAHAN Per BULAN Per 12 BULAN
               
    I BELAKANG PADANG      
      1 Tanjung Sari         292           4,380              52,560
      2 Sekanak Raya         586           8,790            105,480
      3 Pemping         152           2,280              27,360
      4 P. Terong         255           3,825              45,900
      5 Pecong         152           2,280              27,360
      6 P. Kasu         427           6,405              76,860
      J U M L A H      1,864         27,960            335,520

    II

    BATU AMPAR
         
      1 Tg. Sengkuang      1,153         17,295            207,540
      2 Sungai Jodoh         674         10,110            121,320
      3 Kampung Seraya         798         11,970            143,640
      4 Batu Merah         443           6,645              79,740
      J U M L A H      3,068         46,020            552,240

    III

    SEKUPANG
         
      1 Tanjung Riau         514           7,710              92,520
      2 Tiban Indah         181           2,715              32,580
      3 Patam Lestari         412           6,180              74,160
      4 Tiban Baru         158           2,370              28,440
      5 Tiban Lama         471           7,065              84,780
      6 Sungai Harapan         793         11,895            142,740
      7 Tanjung Pinggir         326           4,890              58,680
      J U M L A H      2,855         42,825            513,900

    IV
    NONGSA      
      1 Kabil          900         13,500            162,000
      2 Sambau         379           5,685              68,220
      3 Batu Besar         589           8,835            106,020
      4 Ngenang         241           3,615              43,380
      J U M L A H      2,109         31,635            379,620

    V

    BULANG
         
      1 Bulang Lintang         311           4,665              55,980
      2 P. Buluh         342           5,130              61,560
      3 Temoyong         235           3,525              42,300
      4 Batu Legong         179           2,685              32,220
      5 Pantai Gelam         229           3,435              41,220
      6 P. Setokok         460           6,900              82,800
      J U M L A H      1,756         26,340            316,080

    VI

    LUBUK BAJA
         
      1 Batu Selicin         170           2,550              30,600
      2 Lubuk Baja Kota         290           4,350              52,200
      3 Kampung Pelita         401           6,015              72,180
      4 Baloi Indah      1,051         15,765            189,180
      5 Tanjung Uma      1,220         18,300            219,600
      J U M L A H      3,132         46,980            563,760

    VII

    SUNGAI BEDUK
         
      1 Tanjung Piayu      1,243         18,645            223,740
      2 Duriangkang         557           8,355            100,260
      3 Mangsang         871         13,065            156,780
      4 Mukakuning         599           8,985            107,820
      J U M L A H      3,270         49,050            588,600

    VIII
    GALANG      
      1 Sijantung          237           3,555              42,660
      2 Karas         421           6,315              75,780
      3 Sembulang         343           5,145              61,740
      4 Subang Mas         115           1,725              20,700
      5 Rempang Cate         359           5,385              64,620
      6 Air Raja         127           1,905              22,860
      7 P. Abang         190           2,850              34,200
      8 Galang Baru         374           5,610              67,320
      J U M L A H      2,166         32,490            389,880

    IX

    BENGKONG
         
      1 Bengkong Laut         482           7,230              86,760
      2 Bengkong Indah         540           8,100              97,200
      3 Sadai      1,051         15,765            189,180
      4 Tanjung Buntung      1,216         18,240            218,880
      J U M L A H      3,289         49,335            592,020

    X

    BATAM KOTA
         
      1 Teluk Tering         549           8,235              98,820
      2 Taman Baloi         998         14,970            179,640
      3 Sukajadi           14              210                2,520
      4 Belian         435           6,525              78,300
      5 Sungai Panas         883         13,245            158,940
      6 Baloi Permai         483           7,245              86,940
      J U M L A H      3,362         50,430            605,160

    XI

    SAGULUNG
         
      1 Tembesi         645           9,675            116,100
      2 Sungai Binti      1,675         25,125            301,500
      3 Sungai Lekop         675         10,125            121,500
      4 Sagulung Kota         518           7,770              93,240
      5 Sungai Langkai         945         14,175            170,100
      6 Sungai Pelunggut         953         14,295            171,540
      J U M L A H      5,411         81,165            973,980

    XII

    BATU AJI
         
      1 Bukit Tempayan         367           5,505              66,060
      2 Buliang         769         11,535            138,420
      3 Kibing      1,404         21,060            252,720
      4 Tanjung Uncang      1,281         19,215            230,580

    J U M L A H       3,821         57,315            687,780
               
        T O T A L     36,103       541,545         6,498,540

    Selamat Datang

    History Pengunjung

    Sampaikan Aduan Anda

    Hot News

    Total Pengunjung

    Flag Counter

    Welcome In Creating Website

    Contoh Sliding Login Dengan JQuery

    Disamping ini adalah contoh Sliding Login menggunakan JQuery. Login Form Disamping hanya Contoh dan tidak dapat digunakan layaknya Login Form FB, Karena Blog ini terbuka untuk umum tanpa perlu mendaftar menjadi Member

    Tutorial Blog

    Untuk membuatnya Silahkan : Pencet Sini

    Member Login

    Lost your password?

    Not a member yet? Sign Up!